Aku lihat orang gila di pinggir
jalan. Dia tersenyum kepada semua orang. Ada yang jijik, Ada yang melucui, Ada
yang iba, Ada pula yang memaki. Namun tak juga sirna senyum itu. Aku iri
kepadanya yang dapat senyum dalam segala keadaan. Dengan pakaian yang tidak
layak, atap beton jembatan, dan makanan sisaan tetap dia tersenyum dengan level
keikhlasan yang sama. Akhirnya, ku hampiri orang gila yang sudah beumur itu dan
memberikannya uang 500ribu rupiah,
iapun menerima uang itu bersamaan dengan melebar senyumnya.
Ke esokan harinya aku pulang sengaja
lewat jalan yang sama, untuk menemui orang gila idolaku itu. Ketika aku sampai
pada tempatnya, di jalan itu berdiri belasan orang gila yang senyum-senyum
sendiri seperti orang gila idolaku. Aku jadi heran, aku pun hanya berjalan saja
melewati mereka semua sampai satu orang memanggil “WOI ! mane 500ribu !”.
Senyum mereka hilang. Ini menyadar kan aku, bahwa senyum harus jujur dan
ikhlas. Kalau tidak ikhlas nanti
jadi gila.
“Awas,
senyum palsu dapat menyebabkan kegilaan, setelah gila baru senyumnya jadi
ikhlas”
Oleh : Farie Judhistira Purwaganda