Pondok Ilmu Nusantara

Friday 23 September 2016

Mengkaji Psikologis Senyum

Sebuah senyuman dimulai dari koridor sensorik kita ketika telinga mengambil bisikan kata-kata. Mata memandang teman lama di stasiun kereta, tangan merasakan getaran dan tekanan dari tangan lainnya. Emosi merangasang ke otak, perasaan senang menarik daerah temporal anterior kiri pada khususnya, dan membara ke permukaan wajah, di mana dua otot, berdiri tegak, yang membangkitkan dalam tindakan. Zygomatic arch yang berada di pipi, bibir atas naik keatas, dan occuli orbicularis yang mengelilingi rongga mata meremas sudut luar ke dalam bentuk kaki gagak. Saat-saat itu berlangsung cepat-biasanya hanya berlangsung dua per tiga detik sampai empat detik-dan teman lama merespon dengan mencerminkan kita dengan senyuman balasan.






Senyum adalah ungkapan yang dicirikan oleh melebarnya pada sudut mulut; biasanya menunjukkan senang atau hiburan. Munculnya senyum, karena rasa gembira dan rasa optimistik.  Secara semantik, senyum adalah tanda seseorang yang saat itu hati dan jiwa yang terisi oleh perasaan senang yang disadari.

Otot-otot lain dapat menstimulasi sebuah senyuman, namuna hanya zygomaticus arch dan oculi orbicularis yang menghasilkan ekspresi yang tulus dari sebuah emosi yang positif. Psikologis menyebutnya “senyum Duchenne” dan dikategorikan sebagai indikasi dari kenikmatan sejati. Namanya dari seorang kebangasaan Perancis Guillaume Duchenne yang mempelajari expresi emosional dengan merangsang berbagai otot wajah dengan arus listrik. Tekhnik percobaanya amat menyakitan, ia menjalani percobaan pada penggalan kepala penjahat yang dieksekusi. Dalam bukunya “Mecanisme de la Physionomie Humaine” di tahun 1862, Duchenne menulis bahwa zygomatic arch dapat merangsang sebuah tindakan, tetapi bahwa hanya “emosi jiwa tulus” memaksa orbicularis oculi berkontraksi membuat inersi dalam sebuah senyuman, dia menulis lagi untuk, “membuka topeng teman palsu”.



Kita tahu bahwa senyuman yang tulus mencerminkan “jiwa yang manis”. Intensitas senyuman dapat memprediksi kebahagiaan dalam perkawinan, kesejahteraan pribadi, dan bahkan umur panjang. Kita tahu beberapa senyuman, ada senyuman palsu Duchenne; tidak mencerminkan kenikmatan sama sekali, melainkan menutup berbagai emosi, termasuk rasa malu, penipuan dan kesedihan. Kita tahu banyak variable yang menuntukan seprti (usia, jenis kelamin, budaya dan lingkungan social diantaranya) mempengaruhi frekuensi dan karakter senyum seseorang, dan apa tujuan dari senyuman dalam skema keberadaan yang lebih luas konteksnya. Singkatnya, para ilmuan mempelajari bahwa salah satu ekspresi yang paling sederhana manusia ternyata sangat indah kompleksitasnya.

Senyum dapat menggambarkan jiwa dan kepribadian seseorang. Dalam fisiologi, senyum adalah ekspresi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya, atau pula disekitar mata. Orang senyum untuk menampilkan rasa senang dan rasa bahagia, walau ada juga senyum dengan perasaan tidak senang, atau senyuman sinis. Pastinya, seseorang akan lebih suka jika senyum itu datang dari rasa bahagia karena ada sesuatu yang mencerminkan dan membuat dia tersenyum.

Senyum juga merupakan suatu ibadah, selain bermanfaat untuk hubungan sosial, karena senyum adalah jarak yang terdekat antara dua manusia, dan juag berdampak positif untuk kesehatan kita. Tawa dan senyum sifatnya asasi, yang berarti muncul sejalan dengan naluri kemanusiaan kita. Senyum juga adalah sebuah bahasa komunikasi dalam keseharian hidup.



Tanda kenikmatan sejatinya

Dalam beberapa dekade banyak psikologis setuju bahwa senyum mencerminkan susunan emosi yang luas dari pada ekspresi kebahagiaan yang universal. Keyakinan ini bertahan sampai tahun 1970-an, ketika Paul Ekman dan Wallace Friensen, Psikolog di University of California di san Fransisco, menangkap koordinat otot-otot yang tepat dibelakang 3,000 ekspresi wajah dalam Facial Action Coding System (FACS). Ekman dan Friensen mengunakan system ini untuk menghudupkan kembali senyum Duchenne, antara senyum tulus dan jenis-jenis senyum lainnya.

Dalam penelitian berikutnya, yang di lakukan oleh Richard Davidson dari University of Wisconsin, Ekman dan Friesen menyutujui bahwa ada hubungan yang unik dianatara emosi positif dan senyum Duchenne yang sejati. Para peneliti melekatkan elektroda ke kepala peserta tes dan kemudian menujukan serangkain film pendek. Dua orang, dirancang untuk menghaasilkan emosi positif dengan ditampilkan film hewan yang sedang bermain-main; sementara dua orang lainnya, dimaksudkan untuk merangsang emosi negative, yang berasal dari film tentang perwat yang menggambarkan kaki diamputasi dan luka bakar.

Dengan memakai FACS, para peneliti menemukan bahwa senyum Duchenne berkorelasi dengan film-film yang nyaman. Data menyebutkan bahwa saraf dalam senyum Duchenne diproduksi oleh aktivitas yang lebih besar di daerah temporal anterior kiri otak, daerah dengan pengaruh koneksi positif yang jelas. Mereka juga mencatat kenaikan di daerah parietal kiri, dan biasanya dirangsang oleh aktivitas verbal). Para ilmuawan sepakat bahwa tersenyum bukan merupakan “kelas perilaku tunggal” dalam edisi 1990 dari personality jurnal dan social psikologi, “Senyum Duchenne jelas sebuah tanda kenikmatan yang lebih baik dari pada jenis senyum lainnya:.

Senyum Duchenne merupakan tanda unik untuk sebuah sukacita yang muncul. Peneliti kesehatan menyadari bahwa di manapun emosi positif pergi, diikuti oleh senyum Duchenne ( Senyum tulus). Beberapa peneliti sekarang percaya bahwa senyum uang tulus bukan merukapan percikan emosi sementara, tetapi itu adalah jendela yang jelas kedalam inti watak seseorang.

Sebuah kendaraan untuk semua ambiguitas

 A smile is the chosen vehicle for all ambiguities- Herman Melville

Dalam satu sisi, tidak semua senyuman adalah expresi kebahagiaan. Ekman mendeskripsikan ada tujuh belas tipe senyuman dalam bukunya, “Telling Lies”. Herman Melville mengerti ini, once calling a smile “the chosen vehicle for all ambiguities”. Seseorang juga dapat tersenyum ketika mereka takut, menggoda, menakuti, malu ataupun menghina. Senyuman malu terlihat ketika seseorang menghindari kontak mata, sentuhan wajah dan memiringkan kepala ke bawah atau ke kiri.
Seseorang juga bisa tersenyum ketika mereka berbohong, fakta yang tidak hilang pada Shakespeare; Hamlet adalah keajaiban bagaimana, “seseorang bisa tersenyum, dan tersenyum, dan menjadi penjahat”. Di akhir 1960an, Ekman dan Friesen berteori bahwa seorang ahli dapat membedakan wajah seseorang saat berbohong dan saat jujur.

Senyuman licik adalah sebuah penghianatan dari indahnya senyuman tulus, wajah terhianati oleh salah satu raut muka, mulai dari bibir atas terangkat, mengungkapkan sedikit kejijian, atau menurunkan sudut bibir, dan menampikan jejak kesedihan. Kerja Ekman dengan kebohongan senyuman kemudian mengilhami acara televise “Lie to Me”, dimana peneliti memecahkan kasus criminal dengan menafsirkan ekspresi wajah.

Namun, senyuman ini tidak biasa untuk saat-saat sedih, atau bahkan kematian seseorang yang menyebabkan senyum. Contohnya, senyuman paling terkenal di dunia seperti Mona Lisa, membuat penasaran karena justru bisa menunjukan berbagai suasana hati; Bob Dylan mendeskripsikan senyuman Mona Lisa seperti memiliki “Highway Blues”.

Sebuah bagian dari tampilan sosial

Senyum tidak bisa disangkal adalah bagian dari alamiah manusia. Seperti Darwin jelaskan dalam 1872 bukunya “The Expression of the Emotions in Man and Animals” yang menjadi teks dasar penelitian senyum, yang mengusulkan bahwa ekspresi wajah adalah produk universal evolusi manusia dan bukan semata pelajaran unik dari sebuah budaya. Peneliti Jeffrey Cohn dari University of Pittsburgh mengatakan otot-otot wajah yang digunakan untuk tersenyum ditemukan di semua manusia.

Dari segi gender, kemampuan untuk menghasilkan senyum Duchenne dibagi antara pria dan wanita, namun pria mengatakan mereka senyum lebih sedikit dibanding wanita, namun ini tampaknya benar. Tetapi perbedaan dalam perilaku senyum anatara pria dan wanita bergantung pada berbagai faktor.
Dalam konteks sosial, mungkin wanita tersenyum lebih banyak dari pada pria. Namun orang tidak mengaggap bagaimana berbagai macam variable dari senyum berfungsi sebagai penentuan konteks situasi sosial.

Kategori Senyum

Peneliti mengkategorikan senyuman sebagai produksi dari emosi positif (enjoyment smiles), dari positif sosial motif (affiliative smiles), dan sebagai cara untuk mnegutarakan dan menjaga status sosial (domninace smiles).

Enjoyment smiles terbentuk ketika seseorang benar-benar merasa senang dan meningkatkan perilaku yang positif, seperti ibu yang tersenyum pada bayinya. Affiliative smiles berdasarkan atas perhatian sosial yang berguna untuk pembentukan dan menjaga hubungan sosial, tanpa harus ada perasaan senang yang personal, seperti senyum ketika menyapa orang. Senyum ini mengekspresikan motif sosial. Dan dominance smiles adalah sebuah ekspresi yang mencerminkan status sosial atau pengaruh dan control, dan mungkin disebut ‘senyuman sinis’ atau ‘senyuman kritis’, dan mungkin ada komponen ekspresi bangga dalam diri. Darwin menyebutnya senyuman mengejek atau sini dalam pembahasannya tentang mencibir dan menantang.

Senyum yang benar juga disebut senyum Duchenne (senyuman tulus), dinamai ilmuwan terkenal yang pertama kali memisahkan "sudut mulut" senyum -hanya, dari "soket mata" satu. Ekman menyatakan bahwa bentuk senyum ini adalah kombinasi dari kedua zygomatic arch dan otot orbicularis oculi, yang terjadi secara spontan dan menunjukan perasaan bahagia.



Otak kita sebenarnya bisa membedakan dengan mudah antara apa yang nyata dan apa yang palsu. Bahkan peneliti Dr Niedenthal berpendapat ada 3 cara yang bisa kita lakukan sehingga otak kita membandingkan geometri wajah seseorang ke senyum standar dan berpikir tentang situasi dan menilai apakah senyum itu adalah yang diharapkan. Yang paling terpenting, kita secara otomatis meniru senyum, merasa diri kita sendiri apakah itu palsu atau nyata. Jika itu nyata, otak kita akan mengaktifkan daerah yang sama dari kita dapat mengidentifikasi sebagai salah satu yang nyata.

Dr. Niedenthal kemudian bereksperimen dengan betapa pentingnya untuk dapat meniru senyum dan apakah kita masih bisa mengatakan senyum asli dari yang palsu. Menurutnya senyuman yang tulus menujukan pengeluaran perasaan positif, dimana senyum bohong adalah menunjukan manipulasi yang menutupi perasaan negatif.

Dr. Niedenthal dan rekan-rekannya meminta para siswa untuk menempatkan pensil antara bibir mereka. Tindakan sederhana ini bergerak otot yang dinyatakan bisa menghasilkan senyum. Tidak dapat meniru wajah mereka melihat, para siswa memiliki jauh lebih sulit waktu mengatakan mana tersenyum yang nyata dan yang palsu.







Pandangan Filusuf

John Locke, Arthur Schopenhauer dan Edmund spenser lebih cendrung untuk menetapkan adanya pengaruh “daya tarik sebagai unsur ketawa yang utama”, sedangkan filusuf seperti Rene Descartes dan Hartley lebih mengutamakan unsur “hasrat serta keinginan untuk memiliki”. Tertawa dan senyum mengandung unsur-unsur akal, perasaan dan kemauan.

Tertawa adalah sebuah gerakan suara dan pernafasan, sehingga timbullah ketawa. Seperti pendapat Edmund spenser mengenai ketawa dan senyum bahwa itu merupakan sebagai “meluapnya tenaga”, rasa senang memiliki dinamika yang menimbulkan tenaga lebih sehingga terjadi gerakan-gerakan dan suara disertai pernafasan.

Psikologi menjelaskan pada kita bahwa ketawa serta senyuman tidak akan melemahkan atau menekan otot-otot muka, tetapi sebaliknya merupakan sejumlah latihan yang indah bagi pertumbuhan dan perkembangan otot-otot tersebut yang menyebabkan timbulnya kesegaran jiwa dan bermanfaat untuk pembinaan manusia yang sempurna.

 Hasil Kajian Ilmiah

Dalam sebuah Waynbaum, ahli fisiologi Perancis Israil yakin bahwa tersenyum mempengaruhi hormon secara positif. Sementara ekspresi-ekspresi seperti marah, jengkel mempunyai efek yang negatif. Bahkan ekspresi wajah mempunyai pengaruh yang besar terhadap bagaimana kita berpikir dan merasakan.

1.  Senyum membuat Anda merasa tenang. Dra. Tieneke Syaraswati, S.Psi, S.Ed, M.Fil, A.Andr seorang psikolog dan dosen pengajar FKUI mengatakan bahwa Jika kita tersenyum maka tubuh akan menghasilkan hormon endorfin yang baik untuk otak dan membuat kita jadi tenang.
2. Senyum akan mengaktifkan sejumlah elemen tubuh yang memicu pelepasan dopamin, hormon penumbuh rasa bahagia.
3. Penelitian juga menunjukkan bahwa kalau kita senyum, tubuh kita juga akan melepaskan hormon endorphin, natural pain killer, semacam penghilang nyeri, dan serotonin. Hormon-hormon ini menyebabkan perubahan pada perasaan dan pikiran kita. Kita akan merasa lebih nyaman, tenang, senang, gembira dan bahkan dapat mengurangi rasa saki yang kita derita.
4. Senyum mempercepat proses penyembuhan. Senyum (dan tertawa juga) bisa mengurangi produksi hormon efinefrin dan kortisol. Hormon ini memiliki pengaruh memperlambat proses penyembuhan. Selain itu, senyum juga membuat tubuh menghasilkan hormon endorphin serta serotonin yang merupakan hormon pengendali rasa nyeri. Oleh karena itu, senyum dapat mengurangi rasa nyeri dan mempercepat proses penyembuhan. dr. Rosemary Cogan dari Texas Tech University : menemukan bukti bahwa rasa nyeri atau sakit akan berkurang setelah tertawa. Tidak itu saja, kekebalan tubuh pun bisa meningkat.
5. Penelitian dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari University of California Medical menjelaskan ada dua jenis ‘stres’ yang merupakan stres baik dan stres buruk. Senyum dan tawa dikategorikan sebagai stres yang baik. Stres tidak baik untuk menempatkan tekanan pada sistem kekebalan tubuh. Dalam studi di atas, dua kelompok orang dewasa digunakan sebagai eksperimen. Kelompok pertama menunjukkan cerita-cerita lucu, sementara kelompok kedua ditempatkan disebuah ruangan tanpa melakukan apa-apa. Darah sampel yang diambil 10 menit sebelum dan setelah penelitian dibuat. Dari hasil sampel darah, kelompok pertama lebih baik adalah peningkatan hormon seperti ‘endorfin’ hormon dan ‘neurotransmitter’ hormon, dan tingkat penurunan hormon stres ‘cortison‘ dan ‘adrenalin’.

Sebuah penelitian, kelompok aktor disuruh untuk memperagakan berbagai ekspresi yang berkaitan dengan berbagai emosi. Mereka disuruh untuk memperagakan ekspresi bahagia, sedih, jijik dan terkejut. Ketika mereka sedang mengekspresikan diwajah mereka perasaan tersebut, beberapa instrumen dipasang untuk mengukur detak jantung, suhu kulit dan tekanan darah. Penilaian itu ternyata membuktikan bahwa ekspresi wajah mempengaruhi perubahan-perubahan fisiologis. Ketika emosi sedang negatif, semua sistim tubuh kacau. Sebaliknya ketika orang mulai tersenyum , maka detak jantung lebih lambat, tekanan darah menurun dan sistem tubuh rileks. Dengan tersenyum, banyak manfaat yang diperoleh, Sebaliknya ekspresi wajah negatif membuat tubuh bereaksi negatif. Padahal kita tahu bahwa subyek penelitian tersebut bukanlah benar-benar merasa bahagia, sedih atau jijik, tetapi mereka hanya membuat otot-otot wajah sesuai dengan emosi tersebut.
Penelitian tersebut juga menegaskan bahwa tersenyum dan tertawa bukanlah pepesan kosong tanpa makna. Tertawa dan tersenyum selain membuat senang dalam pergaulan ternyata sangat bermanfaat bagi diri sendiri untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit. Jika kita terus tersenyum meskipun di dalam emosi sedang tidak karuan, kita sedang membantu sistem tubuh kita untuk tetap tenang dan rileks. Dengan tersenyum dan tertawa kita dapat mengurangi stres dan ketegangan, perusak terbesar kesehatan kita di abad 21.

Tersenyum dan tertawa berperan dalam memelihara kesehatan dan menghindari sakit. Ketika kita terus tersenyum, meskipun dalamnya runyam, akan membantu tubuh rileks dan tenang. Dan ini akan mengurangi stres dan ketegangan.

Perlu diketahui bahwa hanya dengan satu menit tertawa, kamu akan memperoleh manfaat yang sama dengan 45 menit berolahraga mengeluarkan keringat. Tertawa alami, tertawa disengaja, atau dipaksa tertawa juga mempunyai efek yang sama.

Berdasarkan penelitian para ahli kesehatan, tertawa itu akan memberikan efek yang luar biasa. Beberapa diantaranya adalah : Melancarkan aliran darah, mengurangi resiko penyakit jantung,meningkatkan daya tahan tubuh, menghasilkan hormon endorfin sebagai obat penenang alami, memijat paru-paru dan jantung, menurunkan stres, meningkatkan kadar oksigen (O2) dalam darah, mengkontraksikan 80 titik saraf, melemaskan otot-otot, meringankan konstipasi, dan menurunkan tekanan darah.

Jadi adalah sebuah fakta bahwa kita tidak dapat mencobanya untuk diri kita sendiri, membuat kita hampir tidak dapat mengidentifikasi senyum apapun palsu atau nyata. Mengapa hal ini begitu penting meskipun untuk sekedar mengetahui apa yang memicu kita untuk tidak memahami senyuman?

Referensi
Ekman, P. Davidson, R.J, Friesin, W.V, The Duchenne Smile: Emotional and Brain Physcology II, Journal or Personality and Social Psychology (1990), vol.58, no.2, 342-353.
Jaffe, E, The Psychological Study of Smiling, Observer: Association for Psychological Science (2010), vol. 23, no. 10.viewed19 Spetmeber 2016.
Mengapa kita tersenyum? Pendidikan Biologi, biolodi dan ilmu alam. Viewed 19 September 2016.
Niedenthal et al, The Simulation of Smiles (SIMS) Model, Behavioral and Brain Sciences (2010): 33, 417-480.


No comments:

Post a Comment